Catatan Ceramah Ustadzah Poppy Yuditya*

  • Percuma rajin datang pengajian kalau ilmunya tidak diamalkan.
  • Indikasi ilmu yang bermanfaat adalah yang membuat kita makin taat pada Allah dan membawa kita ke surga
  • Dakwah terbaik itu dengan akhlakul kharimah
  • Rasulullah SAW disakiti orang-orang di Mekah tapi kemudian seluruh Mekah masuk Islam karena akhlak beliau.
  • Mensehati orang lain dengan menunjukkan akhlakul kharimah jauh lebih efektif ketimbang lewat lisan saja
  • Ajari anak dengan contoh dan teladan
  • Tuntunan Islam dalam segala hal sangat lengkap dan detil
  • Jangan membiasakan ‘menempel ayat’, yaitu ilmu/pengetahuan yang berasal dari non Islam lalu ‘dibenarkan’ dengan mencomot ayat Quran sehingga terkesan ‘Islami’
  • Para ibu, biasakan sholat malam supaya gak gampang baperan
  • Kalau punya anak yang ‘gini-gini amat’ jangan-jangan ada yang salah dengan sholat dan puasa kita.
  • Taat pada suami, karena ia adalah surga dan nerakamu
  • Mendidik anak itu hanya sampai 10 tahun sejak awal hidupnya, jika kita mematuhi tuntunan Islam
  • Usia 0 – 5 tahun usia pra sekolah
  • Percuma sekolah di usia kurang dari 5 tahun, kecuali pulang bawa batuk pilek dan kata-kata ‘ajaib’ dari teman-teman sekolahnya (ini bener banget… I’ve been there too)😅
  • Tanamkan tauhid di usia 0 – 5 tahun dengan kalimat-kalimat Allah
  • Usia 5 tahun belum pandai calistung gak masalah
  • Jika anak mudah hapal Quran insyaallah dia cerdas dan akan lebih mudah mempelajari hal lain termasuk calistung
  • Jika orang tua terlambat mengetahui ilmu ‘parenting nabawiyah’, maka harus perlahan mengaplikasikannya ke anak yang sudah kadung baligh
  • Tuntun anak secara perlahan. Jangan seret dia jika ia tidak bisa berlari, karena bisa terluka ia.

Demikian sepenggal ceramah beliau pagi tadi di Aula Kebon Jati, Bogor 😊

Note: poin-poin di atas adalah resume kajian tahun 2018 yang tersimpan rapi dalam draft di blog ini, namun lupa saya posting 🙈

Semoga bermanfaat, terutama “self plak” buat diri saya ..

*Poppy Yuditya adalah penulis buku “Catatan Hati Ibu” dan kolumnis di http://www.parentingnabawiyah.com

Majelis Ilmu = Obat (buat emak2 rempong seperti saya)

Meskipun sedikit terlambat karena drama empat bocah di rumah, Alhamdulillah bisa hadir di kajian ummahat KAF Bogor bersama dua balita.

Kajian yang diisi oleh Ustaz Rofiq Hidayat, Lc. bertema “Membentuk Aqidah Anak” ini sungguh menarik hati saya. Apalagi ustaz yang juga pengajar di Akademi Siroh ini selalu menyajikan materi yang isinya “daging” semua.

Dan benar saja, baru saja saya duduk di sisi kiri Aula Kebon Jati, Ust. Rofiq menyampaikan, “Hati-hati, ria atau rasa ingin dipuji itu termasuk syirik kecil lho!”

Astaghfirullah…. Makjleb banget! Sepanjang kajian jadi banyak istighfar.

Selama kajian berlangsung, saya mengandalkan telinga dan ingatan dalam menyimak. Baru kemudian setelah di rumah atau ketika senggang, saya tulis semua apa yang saya ingat. Karena mustahil saat kajian memegang kertas dan pulpen sambil mengasuh dua balita aktif.

Karena itu, mohon maaf buat ummahat yang merasa saya cuekin saat kajian, karena saya sedang berusaha keras menyimak dan mengingat materi kajian. No hard feeling yaa :))

Menurut Ustadz Rofiq, ada lima cara membentuk aqidah anak, yaitu: Berkisah, Mengamalkan ketauhidan lewat ibadah seperti sholat dan puasa
dialog iman, mengunjungi tempat-tempat yang meng-upgrade keimanan, dan mendekatkan anak dengan orang-orang sholeh seperti guru atau ustaz.

Ust Rofiq juga berpesan, bahwa menanamkan ketauhidan pada anak itu tidak seribet yang kita bayangkan. Cukup dengan mengenalkan Allah, Allah, dan Allah saja dalam keseharian melalui dialog iman.

MaasyaAllah… Dalam hati serasa mau nangis dan hampir angkat tangan mau bertanya pada ustaz. Pasalnya, saya merasa sudah melakukan semua apa yang disampaikan ustaz dalam membentuk aqidah anak, tapi kok rasanya buah keimanan itu belum saya rasakan pada diri anak-anak saya, terutama yang sudah bersekolah.

Seolah menjawab kegundahan hati saya, Ustaz Rofiq menutup kajian dengan menyampaikan, “Bersabarlah apabila anak kita belum menampakkan hasil dari ketauhidan yang kita tanam”.

Ya Allah… Makjleb banget… Ternyata selama ini saya masih belum sabar, masih terburu-buru ingin menikmati hasil dari tanaman yang masih belum besar. Terima kasih Ya Allah.. atas ‘obat dan pelipur lara’ lewat majelis ilmu ini. []

Sempitnya Dunia

Judul ini berasal dari kalimat yang disampaikan oleh seorang mujahid besar yaitu Rib’iy bin Amir radhiyallahu ‘anhu. Menyampaikan penggalan kalimat ketika beliau diutus untuk berdialog dengan jendral besar Persia, Rustum.

Beliau berkata, “Allah Subhanahu wa ta’ala mengutus kami untuk mengeluarkan hamba-hamba ini dari penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Rabb nya hamba”

Beliau juga mengatakan lagi, “Dari sempitnya dunia menuju lapangnya akhirat dan dari kedzaliman agama-agama menuju keadilan Islam”

Menurut Rib’iy bin Amir. Dunia yang ada hari ini, yang kita tinggali, yang juga sebagian kita menikmatinya adalah sebuah potret sesuatu yang sempit sementara akhirat adalah sesuatu yang lapang.

Kalimat Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dari hadis sahih beliau yang diriwayatkan oleh imam Muslim, beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah SWT menjadikan kalian khalifah di dunia ini. Allah SWT ingin melihat seperti apa karya kalian, seperti apa amal kalian”.


Dunia itu Manis

Maka, yang lalai dengan rasa manis biasanya masih kecil. Begitu juga dengan kita, apabila masih lalai dengan dunia maka bisa di bilang kita masih kekanak-kanakan. Dalam beragama pun masih level yang sangat dasar karena mudah tertipu oleh rasa manis. Rasa manis akan berakhir bahkan sebelum rasa itu berakhir. Rasa manis yang berlebihan akan berubah menjadi rasa yang pahit. Dan Itulah yang ingin Nabi sampaikan. Bahwa dunia itu awalnya manis tapi hati-hati karena akan berubah menjadi pahit.

Dunia itu Hijau
Ketika dunia itu hijau di musim hijau, yakinlah bahwa ada musim kering yang akan menghapus musim hijau tersebut. Dimana akan merubah warna hijau menjadi kuning, tanah menjadi retak dan semuanya berakhir. [Musim kemarau, gersang, gugur dan terbawa angin].

Dan maunya Allah adalah
*) Kalian (manusia) di dunia dijadikan sebagai Khalifah / orang yang diamanahi untuk mengurus bumi ini.

Ingatlah. Sesuai firman Allah. ketika Rabb mu berkata kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku menciptakan di bumi ini khalifah.”
[Terdapat pada QS Al Baqarah :30]

Tugas Khalifah adalah memakmurkan bumi ini. Dan Allah akan melihat, apa yang akan di lakukan ketika manusia diserahi bumi yang manis dan hijau ini.

*) Dihiaskan bahwasanya manusia cinta pada syahwat (kesenangan/keinginan). Seperti firman Allah SWT dalam QS. Aali-Imran :14

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”

Manis adalah urusan rasa. Bahkan untuk urusan ini manusia rela membayar mahal untuk sebuah kenikmatan rasa berupa minuman/makanan.

Padahal kita tahu bahwa rasa itu hanya sekian senti. Dan ketika sudah lewat ke tenggorokan rasa tersebut akan sama, apapun makanan dan minumannya.

Begitu juga dengan pandangan mata. Orangpun rela mengeluarkan banyak harta untuk memuaskan/memenuhi kenikmatan pandangan mata (pemandangan indah yang hijau).

Dan kenikmatan tersebut menjadi tidak ada artinya ketika ada masalah dengan penglihatan kita, terlebih untuk mata yang tidak mampu untuk melihat.

Dalam hal ini nabi ingin mengatakan akan sia-sia sebuah kenikmatan yang hanya sekejap/sementara. Dari semua keterangan (dalil) di atas menjelaskan bahwa dunia itu indah, bisa dinikmati. Tapi meski begitu, itu semua adalah kesenangan tapi sempit. Kalimat selanjutnya Rib’iy bin Amir radhiyallahu ‘anhu menyampaikan, “kita ini telah di utus Allah untuk mengeluarkan kalian wahai kaum Persia (saat itu), dari sempitnya dunia menuju lapangnya akhirat”


DUNIA ADALAH PERMAINAN DAN KELALAIAN
Selain manis dan hijaunya dunia. Allah berfirman dan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa dunia adalah permainan dan kelalaian.

4 ayat Alquran yang menyebutkan hal tersebut terdapat pada :
1) QS. Al An’am :32
2) QS. Al Ankabut :64
3) QS. Muhammad :36
4) QS. Al Hadid :20

Dalam mentadabburi ayat tersebut, menurut ulama tafsir ada dua kaidah yaitu sesuai urutan mushaf dan urutan turun.

:: Urutan Mushaf, sesuai dengan penjelasan di atas yaitu dari QS. Al An’am (6:32); QS. Al Ankabut (29:64); QS. Muhammad (47:36); QS. Al Hadid (57:20).

Dalam urutan Mushaf. Allah SWT mengisyaratkan dan semakin menegaskan di setiap surah nya. Bahwa tidaklah kehidupan dunia ini hanya sebuah permainan dan kelalaian. Dan kehidupan di akhirat adalah lebih baik bagi orang yang bertaqwa.

:: Urutan Turun, ayat tersebut di atas ketika di turunkan tidaklah bersamaan dan turun di dua tempat yang berbeda. Ayat tersebut menyesuaikan keadaan/situasi pada saat itu. Yaitu Makkah dan Madinah. Makkah adalah suasana membangun dan mendidik generasi awal, semua terasa belum nyaman. Sementara di Madinah, semua kenyamanan telah tercipta dengan melimpah dengan meningkatnya perekonomian muslimin. Jadi 4 surah yang di turunkan di 2 tempat yang berbeda adalah sebagai pengingat dan penegasan bahwa dunia hanya sebuah permainan dan kelalaian. Berdasarkan literasi para ulama ahli tafsir berikut urutan sesuai turun.

  • Makkah/makkiyah : QS. Al An’am (surah ke 55); QS. Al Ankabut (surah ke 85).
  • Madinah/madaniyah : QS. Al Hadid (surah ke 94); QS. Muhammad (surah ke 95)

Dari ayat-ayat yang telah dijelaskan. Hampir semua diawali dengan la’ibun (permainan) dan lahwun (kelalaian). Kecuali QS. Al Ankabut yang dimulai dengan lahwun (kelalaian) baru kemudian la’ibun (permainan). Karena pada ayat sebelumnya menjelaskan tentang rizki. Dan rizki cenderung melalaikan (lahwun) dan akibat selanjutnya adalah bermain-main.

Ini semua sesuai dengan urutan yang terjadi pada hidup kita :
Pada anak-anak, mereka bermain tetapi mereka tidak lalai (sebuah kegiatan bermain anak-anak tidak bisa di sebut lalai). Kapan kata “lalai” itu bisa di sematkan? Yaitu ketika mereka memasuki usia remaja.

Lalai di usia remaja ada beberapa hal. Yaitu mereka lalai karena hal lain, artinya mereka mempunyai kewajiban tetapi tidak mereka jalankan kewajiban tersebut dikarenakan “lalai” atau mereka lalai melanjutkan permainan usia kecil, artinya mereka bermain secara terus-menerus hingga mereka tua dan akhirnya dilalaikan oleh permainan tersebut.

Anak-anak tidak bisa dikatakan berdosa karena permainannya. Tapi apakah pemuda (usia remaja) ini berdosa karena kelalaiannya? Maka jawabannya adalah iya.


Peradaban Islam tidak bisa di bangun dengan bermain-main. Dan celakanya hari ini, sebuah permainan dimainkan dengan kesungguhan bahkan sebuah permainan menjadi sumber utama pendapatan.

Permainan hari ini, segala permainan ada aturan. Sementara di dalam Kesungguhan tidak terdapat aturan. Semua serba terserah di jaman ini.

Dunia ini ketika tidak di tangan orang muslim, maka semua adalah permainan.

Berhenti bermain-main yang cenderung melalaikan dan berakibat pada PENYESALAN.

_Kelalaian
Bentuk kelalaian. Menurut ahli tafsir kelalaian itu mempunyai 6 makna :

  • Menghina Agama (QS Al An’am :70)
  • Permainan Melalaikan (QS Al Jumu’ah :11)
  • Pasangan dan Anak (QS Al Anbiya : 17)
  • Kesenangan Fana
  • Nyanyian (QS Luqman :6)
  • Kesibukan (QS Al Munafiqun :9)

Perumpamaan adalah sesuatu yang tidak jelas buat kita dan diumpamakan dengan sesuatu yang membuatnya lebih jelas.

Ada tiga ayat yang menjelaskan perumpamaan dunia dalam Al Qur’an :

  1. QS Yunus :25
  2. QS Al Kahfi :45
  3. QS Al Hadid :20

Allah ingin menyampaikan bahwa :
a. Keseluruhan dunia ini, kita sebenarnya tidak tahu. Dari sebelum nabi Adam di turunkan dan setelahnya.
b. Menegaskan bahwa kita merasa bahwa kita sudah tau dunia, padahal tidak mengerti apapun tentang dunia.

Apa buktinya kita tidak mengerti tentang dunia?
::: Manusia mulai lalai terhadap manis dan hijau dunia. Lalai bahwa dunia ini hanya sebentar / sementara.

:: Perumpamaan dunia oleh Allah :

  1. Air dari langit, hujan.
  2. Membuat subur tanaman
  3. Menumbuhkan tanaman yang bisa di makan manusia dan ternak
  4. Bumi berhias mengagumkan petani
  5. Mampu menguasai dan lupa diri
  6. Sunatullah, kering, mengunit, rontok
  7. Hancur, tercerai-berai tak tersisa, terbang tertiup angin

:: Permisalan dunia dari lisan Rasulullah :

  1. Nabi berkata, “saya di dunia ini seperti seorang musafir yang mengendarai kendaraan yang kemudian berteduh di bawah sebuah pohon sebentar kemudian pergi meninggalkan pohon tersebut”
  2. Rasullullah bersabda, “Rabb ku pernah menawarkan lembah Makkah itu menjadi emas semuanya.”
    Nabi menjawab, “tidak ya Rabb. Biarkan saya lapar satu hari, kenyang satu hari. Agar saat kenyang saya memuji-Mu (besyukur), dan ketika saya lapar maka biarkan saya berdoa meminta kepada-Mu”
  3. Dunia adalah penjaranya orang beriman dan surganya bagi orang kafir.
  4. Andai dunia ini seharga sayap nyamuk maka Allah tidak akan memberikan minum pada orang kafir. Artinya sayap nyamuk lebih berharga daripada dunia.
  5. Dunia ibarat bangkai kambing.
  6. Dunia di bandingkan dengan akhirat. Seperti memasukkan jari ke lautan kemudian kalian angkat jari kalian dan lihat seberapa air yang menetes, itulah dunia.
  7. Dunia adalah awalnya melelahkan dan akhirnya fana (hancur). Dunia yang halalnya di hisab, yang haramnya di hukum. Dunia yang apa bila berlebihan dia akan kena fitnah, dan apabila dia kekurangan dia akan sedih.
  8. Dunia ini akan segera pergi dan akhirat akan segera datang. Setiap dari Dunia dan akhirat itu punya anak-anak, maka jadilah anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia karena hari ini hanya ada amal dan tidak ada hisab. Dan esok hari hanya ada hitungan amal dan tidak mungkin lagi kita beramal.

    Wallahu a’lam bishawab []

Tulisan ini adalah resume kajian online Ust. Budi Azhari, Lc. lewat kursihikmah.id pada Sabtu 6 Maret 2021.

Hidup Kaya Raya, Mati Masuk Surga: Bukan Sekedar Jargon!

Jargon “Kecil dimanja-manja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga” ternyata ada dalam sejarah kekhalifahan Islam. Dan ini dialami Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan istrinya, Fatimah binti Malik.

Umar bin Abdul Aziz sejak kecil hidup mewah karena merupakan anak Gubernur Mekkah. Uang sakunya per bulan mencapai seribu dinar. Demikian pula istrinya, Fatimah binti Malik yang merupakan anak khalifah.

Namun demikian, di masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz yang berlangsung 2,5 tahun, rakyatnya adil makmur sejahtera. Hal ini karena beliau melakukan perbaikan besar-besaran.

Menurut Ust Herfi Ghulam Faizi, perbaikan tersebut antara lain dengan mempreteli segala kemewahan sebagai khalifah dan mengirim kemewahan-kemewahan tsb ke baitul maal. Sehingga pundi-pundi baitul maal bertambah. Selain itu, beliau menjadikan ulama-ulama sebagai penasihat kekhalifahan, serta mengirim ulama-ulama ke negeri-negeri yang masuk wilayah kekuasaan Islam untuk memberikan pencerahan ilmu.

Karena itu, harta di tangan orang beriman justru tidak akan menjadi fitnah, sebaliknya akan menjadi washilah. Sebab Quran telah mengatur dg detil ttg harta. Dimulai dg bagaimana cara mendapatkannya, lalu membelanjakannya.

Bahkan sebelum ayat-ayat ttg mencari harta turun, terlebih dulu turun ayat-ayat ttg sedekah di fase Makiyyah. Hal ini mengisyaratkan bahwa, mental memberi (sedekah) harus dibangun terlebih dulu sebelum upaya mencari harta.

Dalam Surah At Takasur Allah sudah memperingatkan agar muslimin jangan seperti orang2 kafir yang suka bermewah2an dg harta.

Dalam Surah Al Baqarah tentang larangan riba, Allah memberi solusi dengan menghalalkan jual beli dan sedekah. Isyarat lain dari Quran bahwa muslimin harus giat berbisnis dan bersedekah. Bahkan dalam sirah kita temui banyak para sahabat yg berbisnis dan bersedekah dg jumlah nominal yg fantastis.

Para sahabat/sahabiyah itu itu kaya raya dengan berbisnis, namun hidupnya zuhud. Sebagian besar hartanya mereka infaqkan di jalan Allah SWT.

Karena itu pandangan kita sbg muslimin thd harta itu harus sesuai dg Quran.

Sebagaimana laki2 berbisnis, dalam Islam pun perempuan dipersilahkan utk berbisnis dan mengumpulkan harta. Telah dicontohkan oleh sahabiyah mulia, Khadijah RA dan Zainab RA.

Asalkan tujuan memperbanyak harta itu harus benar. Bukan utk bersaing dg laki2, melainkam utk bersedekah di jalan Allah.

Untuk mendidik anak gemar bersedekah atau berbisnis seperti yg dipaparkan dlm Quran, terlebih dulu orang tuanya harus memberikan teladan.

Terutama untuk anak-anak di bawah 5 tahun yg blm bisa membedakan mana baik dan buruk, panutan mereka adalah orang tua dan lingkungan mereka.

Buat anak balita, apa saja yg dilakukan orang tua dan lingkungannya adalah sebuah kebenaranm Dan apa2 yg tdk pernah dicontohkan oleh orang tuanya adalah sesuatu yg tdk benar. Oleh karena itu, berikanlah teladan yang baik untuk anak-anak. []

*Tulisan ini adalah resume kajian online lewat kursihikmah.id yang disampaikan oleh Ust Herfi Ghulam Faizi, Lc. yang dimoderatori oleh Ust. Fitrian Kadir, Lc. pada Sabtu, 3 April lalu.

Belajar dari Ali bin Abi Thalib RA

Al Quran itu mengangkat derajat orang-orang yang berinteraksi dengannya. Generasi sahabat adalah generasi yang Allah angkat dengan Al Quran. Sampai hari ini kita belum Allah angkat, karenanya kita harus intens berinteraksi dengan Al Quran.

Bani Hasyim adalah keturunan orang mulia. Karenanya mereka juga menjaga nama baik keluarga. Abu Thalib adalah keturunan Bani Hasyim.

Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari golongan anak-anak. Jika kita melihat siroh, anak-anak yang diasuh Muhammad SAW dan Khadijah, semuanya masuk Islam. Semua yang ada di dalam rumah mereka semua masuk Islam. Hal ini karena keagungan akhlak Muhammad SAW dan Khadijah RA. Hal ini karena keluarga Rasulullah SAW itu akhlaknya terbangun terlebih dulu.

Ali bin Abi Thalib di usia 10 tahun sudah bisa mengambil keputusan sendiri untuk memeluk Islam. Hal ini karena sejak kecil telah dilatih. Di usia tersebut pun Ali sudah bisa menjaga rahasia—menjadi intel. Masuk Islamnya Umar bin Khattab itu salah satu sebabnya adalah hasil dari ‘operasi intelegen’. Sementara kita sudah usia dewasa pun sulit menjaga rahasia. Update status sana-sini sehingga bisa dibaca ‘lawan’ ^_^

Menahan marah adalah bagian dari jihad. Tidak menjadi sumbu pendek atau kompor meleduk adalah bagian dari jihad.

Para sahabat di awal-awal dakwah Islam itu yang pertama ditanamkan adalah iman kepada Allah dan Hari Akhir. Orientasi hidup mereka adalah akhirat, bukan dunia. Bahkan Ali tidak takut mati dengan menggantikan Rasulullah SAW di tempat tidurnya pada peristiwa hijrah. Padahal resikonya adalah dibunuh kaum kafir Quraisy.

Tidak hanya kuat imannya dan cerdas akalnya, bahkan secara fisik pun Ali bin Abi Thalib kuat. Hal ini karena memang dipersiapkan oleh Rasulullah SAW.

Satu kali Ali tidak diikutkan oleh Rasulullah SAW dalam perang, yaitu Perang Tabuk—perang besar melawan Romawi. Sampai-sampai oleh orang-orang Yahudi Ali diejek, bahwa Ali ‘ditinggalkan Rasulullah’. Padahal Ali tidak diajak karena tanggung jawab yang lebih besar, yaitu menggantikan Rasulullah SAW menjaga Madinah.

Generasi sahabat adalah generasi terbaik sepanjang jaman karena intens berinteraksi dengan Quran. Dalam hal ini dididik langsung oleh ‘Quran berjalan’ yaitu Rasulullah SAW. Maka dari sanalah kekhalifahan Islam hadir. Sebab itu, kekhalifahan adalah hadiah dari Allah karena masyarakatnya dekat dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Maka jika kita hari ini memimpikan hadirnya kembali kekhalifahan Islam, hadirkan Quran dalam kehidupan kita. []

*Tulisan ini adalah catatan kajian walisantri Kuttab Al Fatih Bogor dengan pemateri Ust Ali Shodiqin, Lc.

Lihat Cara Allah Mengatur Rejeki Hamba-Nya

Saya sekeluarga langganan jajan gorengan pagi-pagi sama teteh penjual yang biasa lewat. Selain enak dan murah, membeli sarapan terbilang praktis.

Namun karena beberapa hari belakangan si teteh sering nongol kesiangan–mungkin karena hujan–maka saya putuskan untuk bikin sarapan sendiri. Alasannya karena anak-anak harus sudah masuk kelas online jam 7:30, sehingga jam 7 pagi harus sudah mandi dan sarapan.

Adonan martabak manis untuk sarapan pun sudah saya siapkan sejak semalamnya. Adonan dari tepung terigu, gula pasir, baking soda, minyak, air, difermentasi selama 10 – 12 jam. Biasanya 10 jam sudah mengembang cantik.

Selepas Subuh, setelah 10 jam adonan martabak manis diistirahatkan, saya bersiap menjerangnya di atas wajan teflon. Namun qodarullah adonan belum mengembang. Aneh, padahal biasanya sudah mengembang. Maka urunglah saya menjerangnya.

Singkat cerita, sampai jam 7 pagi anak-anak belum sarapan, padahal sebentar lagi harus masuk google meet. Namun tak lama teteh gorengan lewat depan rumah. Mau tak mau kami mencegat dan membeli dagangannya untuk sarapan.

Maasya Allah… lihat cara Allah mengatur rejekiNya. Saya sempat heran mengapa rencana sarapan martabak manis bisa ambyar? Padahal adonan sudah disiapkan. Sempat nangis dalam hati khawatir adonan jadi mubazir. Namun qodarullah adonan mengembang cantik di jam 9:00–setelah 11,5 jam fermentasi–tepat di jam istirahat anak-anak untuk kudapan. Alhamdulillah martabak manis hangat bisa terhidang untuk kudapan.

Maasya Allah… Betapa indah dan rapi Ia mengatur hidup kita, saya, yang sering lupa bersyukur. Faghfirli ya Rabb…

Mendidik Anak Tanpa Sosok Ayah? Sangat Mungkin!

Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang besar dan shalih besar tanpa sosok ayah. Al Quran mengisahkan banyak sekali contoh nyata. Sebut saja Nabi Isa AS yang besar tanpa ayah, atau Nabi Ismail yang diasuh dan dididik ibundanya, Hajar, sendirian. Dalam Quran ayah Nabi Ismail, yaitu Nabi Ibrahim AS hanya empat kali bertemu Ismail. Selain itu, Ibunda Nabi Isa AS, Maryam, pun dilahirkan dalam keadaan yatim. Bahkan Nabi kita Muhammad SAW pun lahir dalam keadaan yatim. Meskipun besar tanpa sosok ayah, namun mereka semua menjadi manusia terbaik yang luar biasa.

Namun sebaliknya, mustahil mendidik anak tanpa sosok ibu. Al Quran mengisahkan Nabi Nuh AS yang kerepotan mendidik anaknya, Kan’an, karena ibu dari anak-anaknya adalah orang yang ingkar.

Karena itu, peran ibu sangat vital dalam pendidikan generasi. Itulah mengapa Islam menempatkan perempuan dalam rumah, sementara laki-laki dituntut untuk keluar memenuhi nafkah keluarga, agar perempuan dapat fokus dalam mendidik anak-anaknya tanpa harus terpecah fokusnya dalam hal nafkah.

Bahkan dalam surah At Talaq, Allah melarang perempuan yang masih dalam masa iddah untuk keluar dari rumah suaminya mesikipun sudah ditalak. Karena jika perempuan keluar rumah, maka akan keteteran semua urusan rumah tangga termasuk dalam hal pendidikan anak.

Itu sebabnya dalam Bahasa Arab, kata “Ummi” memiliki akar kata yang sama dengan “Ummat”. Sebab karena peran ibu atau ummi maka generasi atau ummat itu ada. Bahkan Quran membuat perumpamaan yang indah untuk sosok ibu dalam Surah Yusuf ayat 4. Ketika Yusuf muda bermimpi bulan, matahari, dan 11 planet bersujud padanya, para ahli tafsir menafsirkan ayat tersebut bahwa “bulan” adalah representasi ibu dan “matahari” adalah representasi ayah.

Meskipun ibu kandung Nabi Yusuf AS telah meninggal, namun beliau diasuh juga oleh ibu tirinya. Jadi sosok dan peran ibu tetap hadir dalam kehidupan Yusuf muda.

Mengapa “bulan” sebagai “ibu” dan “ayah” sebagai “matahari”? Karena bulan memantulkan cahanya matahari, yang berarti ibu atau istri merupakah buah dari didikan suaminya. Karenanya ayah atau suami merupakan sumber ilmu bagi keluarganya, sebagaimana matahari menjadi sumber cahaya. Selain itu, bulan merupakan benda langit yang setia mengelilingi bumi, sebagaimana ibu yang selalu membersamai anak-anaknya.

Karena itu, meskipun sosok ayah tidak hadir dalam kehidupan seorang anak, kuncinya adalah transfer ilmu dari ayah (suami) kepada ibu (istrinya). Sebagaimana Ibrahim AS yang mendidik Hajar sehingga mampu mendidik anaknya, Ismail AS sehingga menjadi sosok yang sholeh luar biasa.

Bagi para single mother, jangan berkecil hati. Peranmu luar biasa besar untuk anak-anakmu. Engkau tidak sendiri. Sejarah peradaban ini telah membuktikan keberhasilan pendidikan para single mother. Banyak para ulama besar yang lahir dan besar sebagai anak yatim. Sebut saja Ibunda Imam Ahmad dan Ibunda Imam Bukhari yang merupakan single mother. Namun mereka sukses mendidik anak-anak mereka meskipun tanpa kehadiran sosok ayah. []

Belajar Dari Anas bin Malik

Ibunda Anas bin Malik adalah Ummu Sulaim atau Rumaisya binti Milhan. Ayahnya, Malik bin An Nadr, menolak masuk Islam lalu pergi ke Syam dan terbunuh di sana.

Besar sebagai yatim karena ayahnya mati terbunuh di Syam. Dibesarkan oleh sosok ibu yang luar biasa yang termasuk golongan awal yang pertama masuk Islam. Selalu berkisah tentang Rasulullah SAW kepada anak-anaknya sehingga anak-anaknya bisa mencintai Rasulullah SAW meskipun belum pernah melihat Rasulullah SAW. Ibroh berkisah. Dengan berkisah, dapat membentuk karakter seseorang.

Ibroh dari kisah Ummu Sulaim: peran ibu sangat vital dalam pendidikan generasi. Itulah mengapa Islam menempatkan perempuan dalam rumah, sementara laki-laki dituntut untuk keluar memenuhi nafkah keluarga, agar perempuan dapat focus mendidik anak-anaknya tanpa harus terpecah fokusnya dalam hal nafkah.

Bahkan dalam surah At Talaq, Allah melarang perempuan yang masih dalam masa iddah untuk keluar dari rumah suaminya mesikipun sudah di-talaq. Karena jika perempuan keluar rumah, maka akan keteteran semua urusan rumah tangga termasuk dalam hal pendidikan anak.

Dalam pendidikan anak, peran ibu sangat besar. Sangat mungkin mendidik anak tanpa kehadiran ayah, namun mustahil anak terdidik dengan baik tanpa kehadiran ibu. Seperti halnya Nabi Nuh yang kewalahan mendidik anaknya karena istrinya (ibu anak-anaknya) tidak beriman. Namun Hajar berhasil mendidik Ismail meskipun suaminya, Nabi Ibrahim AS, tidak hadir bersamanya. Demikian pula dengan Bunda Maryam yang bisa membesarkan dan mendidik anaknya, Nabi Isa AS, sendirian meskipun tanpa sosok ayah.

Jadi untuk para ayah, meskipun tidak bisa terus-menerus membersamai anak-anak tidak perlu khawatir. Yang perlu dilakukan para ayah adalah mendidik istri agar ia siap dan mampu mendidik anak-anak dengan baik, seperti halnya Nabi Ibrahim AS mendidik Hajar hingga beliau dapat mendidik Ismail AS menjadi anak yang luar biasa.

Dalam Surah Yusuf, ayah digambarkan sebagai “matahari” (sumber cahaya) dan ibu digambarkan sebagai “bulan” (memantulkan cahaya matahari). Hal ini dapat ditafsirkan bahwa ayah adalah sumber ilmu, dan ibu adalah pantulan dari apa yang diberikan oleh ayah. Bulan pun merupakan benda langit yang selalu ‘membersamai’ bumi dengan mengelilinginya, sebagaimana ibu yang selalu membersamai anak-anaknya.

Bukan berarti perempuan tidak boleh keluar rumah dan berkarir. Perempuan boleh berkarir asalkan tugas utamanya mendidik generasi tidak terbengkalai. Ketika terjadi benturan antara keduanya, maka tugas utama lah yang harus dimenangkan.

Anas bin Malik menjadi pembantu Rasulullah SAW di usia 10 tahun, dimana anak-anak seusianya asik bermain. Namun karena keimanannya dan kecintaannya pada Rasulullah yang kokoh, Anas bin Malik lebih memilih mendekati dan selalu membersamai sumber ilmu, yaitu Rasulullah SAW.

Anas bin Malik menjadi pembantu Rasulullah SAW selama 10 tahun. Ketika Rasulullah SAW wafat, Anas berusia 20 tahun.

Dengan menjadi pembantu Rasulullah SAW, Anas bin Malik mengetahui kehidupan Rasulullah SAW dan keluarganya bahkan di ranah privat. Namun Anas bisa menjaga rahasia, bahkan dipercaya Rasulullah SAW sebagai penjaga rahasia beliau.

Suatu ketika Anas bin Malik pulang terlambat ke rumah ibundanya. Lalu Ummu Sulaim bertanya, mengapa ia terlambat pulang. Anas menjawab, bahwa ada suatu urusan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.

“Urusan apa?” Tanya Ummu Sulaim.

“Urusan ini adalah rahasiaku dengan Rasulullah SAW,” jawab Anas bin Malik.

Tanggapan luar biasa dari sang ibu, “Kalau begitu, jagalah rahasia itu, Nak.”

Bukannya kepo, alih-alih justru mendukung sang anak. Itulah Ummu Sulaim yang cerdas, sebab ia tahu anaknya berada dalam didikan manusia terbaik. Bahkan Ummu Sulaim sendiri yang sedari awal menyiapkan anaknya untuk menjadi pembantu Rasulullah SAW. Tidak menjadi cela bagi keluarga Anas bin Malik untuk menjadi pembantu Rasulullah SAW, meskipun mereka merupakan keluarga berada.

Karena dengan menjadi pembantu seorang nabi, maka ia pun akan menjadi ‘seperti nabi’. Seperti Yusac bin Nun yang menjadi pelayan Nabi Musa AS. Kelak Yusac bin Nun menjadi nabi. Atau Luth yang selalu membersamai Nabi Ibrahim, kelak ia menjadi nabi. Bahkan Nafii’, budak milik seorang ulama, sepeninggal tuannya ia menjadi imam besar. Kelak Anas bin Malik menjadi sahabat nomor tiga yang paling banyak meriwayatkan hadits. Ada 2256 hadits yang diriwayatkan beliau.

Sebelum menyerahkan Anas bin Malik, Ummu Sulaim mendidik anaknya sehingga tumbuh menjadi anak yang cerdas dan pandai baca tulis. Dimana kemampuan baca tulis ini termasuk yang langka pada zaman itu. Inilah alasan Rasulullah SAW menerima Anas bin Malik sebagai pembantunya.

Selama menjadi pembantu di rumah Rasulullah SAW, Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa beliau tidak pernah bermuka masam kepadanya. Bahkan Rasulullah SAW tidak pernah menyanyakan kepadanya mengapa Anas melakukan suatu hal atau meninggalkan suatu hal. Ibrohnya adalah, hargailah setiap apa yang diperbuat anak-anak kita, meskipun apa yang dilakukannya mungkin tidak berkenan di hati kita.

Anas bin Malik tidak menyukai labu. Namun karena selama di rumah Rasulullah SAW ia selalu melihat Rasulullah SAW sangat menyukai labu, maka Anas pun berusaha untuk makan labu. Bukti kecintaannya pada Rasulullah SAW.

Anas bin Malik didoakan Rasulullah SAW dikaruniai banyak harta, banyak anak, dan umur panjang. Meskipun harta bisa menjadi fitnah, namun nabi tahu bahwa harta di tangan orang yang sholeh seperti Anas bin Malik maka tidak akan menjadi fitnah. Sehingga kelak Anas meninggal di istana beliau di Kota Basrah. Namun tidak menjadi masalah karena Anas bin Malik tidak pernah silau dengan harta.

Pun ketika anak bisa menjadi fitnah, namun tidak demikian halnya dengan Anas bin Malik. Diriwayatkan bahwa anak cucu Anas bin Malik berjumlah seratus orang. Karena kesholihannya yang luar biasa, Anas mampu mendidik anak keturunannya menjadi generasi penerus yang sholih. Sehingga anak tidak menjadikan fitnah buatnya.

Demikian halnya dengan umur yang panjang. Dikisahkan Anas bin Malik wafat pada usia 105 tahun dan termasuk sahabat yang wafat belakangan. Meskipun umurnya panjang namum barokah. Beliau menjadi sumber ilmu para sahabat dan tabi’in. []

*Tulisan ini merupakan resume Kajian Wali Santri Kuttab Al Fatih Bogor oleh Ust. Ali Shodiqin, Lc.

Kesempatan Ngeblog Saat PSBB?

Disapa Bu dokter kesayangan (https://drprita1.wordpress.com/) pada postingan saya sebelumnya membuat saya jadi semangat menulis lagi di blog yang sudah lama nganggur ini.

Masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) akibat wabah Covid-19 ini memang membuat sebagian orang menjadi lebih produktif menulis dan bersosial media, karena harus di rumah saja. Namun sepertinya kebalikan buat saya. Masa PSBB justru membuat saya jarang online. Alasannya simpel, karena semua gadget dipakai untuk daring, baik itu WFH (work from home) dan SFH (school from home). Apalagi di rumah ada dua anak yang SFH. Sementara yang balita pun harus punya kegiatan sendiri agar tidak mengganggu kedua kakaknya. Tapi saya pun tak bisa terus-menerus mendampinginya karena ada bayi 6 bulan yang juga harus diurus.

FYI, anak saya ada empat sodara-sodara^^ dan semuanya laki-laki. Saya cantik sendiri di rumah hihihi.

Membersamai mereka semua butuh kesabaran ekstra, karena saat ini semua pembelajaran jarak jauh. Otomatis saya yang fakir ilmu ini harus menggantikan tugas guru-guru mereka di sekolah. Tak mudah memang, tapi saya yakin takdir Allah selalu yang terbaik.

Lelah? Sudah pasti! Sering sampai lupa mandi dan makan hanya untuk memastikan everything is okay… tahu-tahu pusing keliyengan wkwkwk 😅.

Alhamdulillah semua bisa tertangani dengan baik atas izin Allah. Dan tulisan ini bisa terpublikasi di blog ini pun adalah bonus.

Sejujurnya, menjadi full time mom banyak menyita ‘me time’ ketimbang menjadi working mom. Setidaknya itu yang saya rasakan.

Namun saya sangat bersyukur meskipun di rumah saja sejak sebelum wabah covid. Karena memang kodrat perempuan adalah di rumah, terlebih ketika ia hamil, menyusui, dan mengasuh anak. Rumah menjadi tempat ternyaman untuk perempuan. Dengan tetap di rumah, saya jadi bisa membersamai dan menyaksikan sendiri tumbuh kembang anak-anak–Dimana dulu saat bekerja, saya sering cemburu pada ibu atau ART yang mengasuh anak pertama dan kedua, karena mereka duluan yang menyaksikan anak saya pertama kali bicara, pertama kali jalan, pertama kali melompat. Sementara saya sebagai ibunya hanya dengar ceritanya saja. Rasanya gimanaaa gitu 😦

Bukan berarti saya kontra dengan working mom yaa.. Saya percaya setiap ibu punya alasan masing-masing untuk bekerja di luar rumah. Dan memang tidak sedikit yang membutuhkan tenaga perempuan untuk berkiprah di luar rumah.

Apapun alasannya, semoga niat kita ikhlas karena Allah semata. Semoga curhatan kali ini bisa bermanfaat 🙂

Senyumin Aja Mak

Sejujurnya qodarullah saya tidak bisa menyimak kajian ummahat Kuttab Al Fatih Bogor Bulan Januari lalu. Namun saya tetap nekat menulis jurnal ini hanya dengan bermodal membaca catatan-catatan yang berserak di grup maupun status-status whatsapp ummahat sholihat. Membaca secuil catatan-catatan tersebut dan berusaha meresapi makna dari kata “syukur”.

Malu sebenarnya diri ini jika dihadapkan pada kata tersebut. Terlalu banyak dosa akibat lupa bersyukur. Semoga tulisan ini menjadi pengingat diri dan sebagai bentuk ikhtiar untuk mengamalkan apa itu “syukur”.

Seperti kata Ummu Maryam, bahwa batu yang keras pun bisa berlubang dengan tetesan air yang istiqomah. Maka semestinya kita pun bisa berubah dengan selalu mensyukuri hal-hal kecil.

Mengapa syukur itu penting? Karena salah satu target setan menggoda manusia adalah hilangnya rasa syukur. Dengan hilangnya rasa syukur, maka manusia akan selalu berandai-andai dan panjang angan-angan alias “high expectation”. Maka ketika ada hal yang diluar ekspektasi, kita kerap kecewa dengan berbagai ekspresi, entah itu marah, sedih, atau gelisah.

Anak tidak sholat di awal waktu, emak langsung bertaring. Hafalan anak tidak mencapai target, emak jadi bertanduk. Anak masih asik main padahal waktunya google meet, emak emosi jiwa. Ditambah lagi adik bayi menangis minta disusui, sementara si kakak mogok ngomong saat video call dengan ustadzah untuk setor hafalan karena minta terus ditemani ibunya.

Alhamdulillah ala kuli hal, demikian ucapan syukur Rasulullah SAW untuk hal yang beliau tidak sukai. Alhamdulillah bini’mati tatimushalihat, untuk hal yang beliau sukai. Selalu memuji Allah baik suka ataupun diluar ekspektasi.

Senyumin aja mak… lapangkan hatimu meskipun harimu “ambyarr” 😅. Karena senyum itu tanda syukur, seperti kata nasyid Raihan. Ketahuan kan yang nulis anak Rohis jaman kapan ^_^

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu…” (QS Ibrahim: 7).