Ibunda Anas bin Malik adalah Ummu Sulaim atau Rumaisya binti Milhan. Ayahnya, Malik bin An Nadr, menolak masuk Islam lalu pergi ke Syam dan terbunuh di sana.
Besar sebagai yatim karena ayahnya mati terbunuh di Syam. Dibesarkan oleh sosok ibu yang luar biasa yang termasuk golongan awal yang pertama masuk Islam. Selalu berkisah tentang Rasulullah SAW kepada anak-anaknya sehingga anak-anaknya bisa mencintai Rasulullah SAW meskipun belum pernah melihat Rasulullah SAW. Ibroh berkisah. Dengan berkisah, dapat membentuk karakter seseorang.
Ibroh dari kisah Ummu Sulaim: peran ibu sangat vital dalam pendidikan generasi. Itulah mengapa Islam menempatkan perempuan dalam rumah, sementara laki-laki dituntut untuk keluar memenuhi nafkah keluarga, agar perempuan dapat focus mendidik anak-anaknya tanpa harus terpecah fokusnya dalam hal nafkah.
Bahkan dalam surah At Talaq, Allah melarang perempuan yang masih dalam masa iddah untuk keluar dari rumah suaminya mesikipun sudah di-talaq. Karena jika perempuan keluar rumah, maka akan keteteran semua urusan rumah tangga termasuk dalam hal pendidikan anak.
Dalam pendidikan anak, peran ibu sangat besar. Sangat mungkin mendidik anak tanpa kehadiran ayah, namun mustahil anak terdidik dengan baik tanpa kehadiran ibu. Seperti halnya Nabi Nuh yang kewalahan mendidik anaknya karena istrinya (ibu anak-anaknya) tidak beriman. Namun Hajar berhasil mendidik Ismail meskipun suaminya, Nabi Ibrahim AS, tidak hadir bersamanya. Demikian pula dengan Bunda Maryam yang bisa membesarkan dan mendidik anaknya, Nabi Isa AS, sendirian meskipun tanpa sosok ayah.
Jadi untuk para ayah, meskipun tidak bisa terus-menerus membersamai anak-anak tidak perlu khawatir. Yang perlu dilakukan para ayah adalah mendidik istri agar ia siap dan mampu mendidik anak-anak dengan baik, seperti halnya Nabi Ibrahim AS mendidik Hajar hingga beliau dapat mendidik Ismail AS menjadi anak yang luar biasa.
Dalam Surah Yusuf, ayah digambarkan sebagai “matahari” (sumber cahaya) dan ibu digambarkan sebagai “bulan” (memantulkan cahaya matahari). Hal ini dapat ditafsirkan bahwa ayah adalah sumber ilmu, dan ibu adalah pantulan dari apa yang diberikan oleh ayah. Bulan pun merupakan benda langit yang selalu ‘membersamai’ bumi dengan mengelilinginya, sebagaimana ibu yang selalu membersamai anak-anaknya.
Bukan berarti perempuan tidak boleh keluar rumah dan berkarir. Perempuan boleh berkarir asalkan tugas utamanya mendidik generasi tidak terbengkalai. Ketika terjadi benturan antara keduanya, maka tugas utama lah yang harus dimenangkan.
Anas bin Malik menjadi pembantu Rasulullah SAW di usia 10 tahun, dimana anak-anak seusianya asik bermain. Namun karena keimanannya dan kecintaannya pada Rasulullah yang kokoh, Anas bin Malik lebih memilih mendekati dan selalu membersamai sumber ilmu, yaitu Rasulullah SAW.
Anas bin Malik menjadi pembantu Rasulullah SAW selama 10 tahun. Ketika Rasulullah SAW wafat, Anas berusia 20 tahun.
Dengan menjadi pembantu Rasulullah SAW, Anas bin Malik mengetahui kehidupan Rasulullah SAW dan keluarganya bahkan di ranah privat. Namun Anas bisa menjaga rahasia, bahkan dipercaya Rasulullah SAW sebagai penjaga rahasia beliau.
Suatu ketika Anas bin Malik pulang terlambat ke rumah ibundanya. Lalu Ummu Sulaim bertanya, mengapa ia terlambat pulang. Anas menjawab, bahwa ada suatu urusan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.
“Urusan apa?” Tanya Ummu Sulaim.
“Urusan ini adalah rahasiaku dengan Rasulullah SAW,” jawab Anas bin Malik.
Tanggapan luar biasa dari sang ibu, “Kalau begitu, jagalah rahasia itu, Nak.”
Bukannya kepo, alih-alih justru mendukung sang anak. Itulah Ummu Sulaim yang cerdas, sebab ia tahu anaknya berada dalam didikan manusia terbaik. Bahkan Ummu Sulaim sendiri yang sedari awal menyiapkan anaknya untuk menjadi pembantu Rasulullah SAW. Tidak menjadi cela bagi keluarga Anas bin Malik untuk menjadi pembantu Rasulullah SAW, meskipun mereka merupakan keluarga berada.
Karena dengan menjadi pembantu seorang nabi, maka ia pun akan menjadi ‘seperti nabi’. Seperti Yusac bin Nun yang menjadi pelayan Nabi Musa AS. Kelak Yusac bin Nun menjadi nabi. Atau Luth yang selalu membersamai Nabi Ibrahim, kelak ia menjadi nabi. Bahkan Nafii’, budak milik seorang ulama, sepeninggal tuannya ia menjadi imam besar. Kelak Anas bin Malik menjadi sahabat nomor tiga yang paling banyak meriwayatkan hadits. Ada 2256 hadits yang diriwayatkan beliau.
Sebelum menyerahkan Anas bin Malik, Ummu Sulaim mendidik anaknya sehingga tumbuh menjadi anak yang cerdas dan pandai baca tulis. Dimana kemampuan baca tulis ini termasuk yang langka pada zaman itu. Inilah alasan Rasulullah SAW menerima Anas bin Malik sebagai pembantunya.
Selama menjadi pembantu di rumah Rasulullah SAW, Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa beliau tidak pernah bermuka masam kepadanya. Bahkan Rasulullah SAW tidak pernah menyanyakan kepadanya mengapa Anas melakukan suatu hal atau meninggalkan suatu hal. Ibrohnya adalah, hargailah setiap apa yang diperbuat anak-anak kita, meskipun apa yang dilakukannya mungkin tidak berkenan di hati kita.
Anas bin Malik tidak menyukai labu. Namun karena selama di rumah Rasulullah SAW ia selalu melihat Rasulullah SAW sangat menyukai labu, maka Anas pun berusaha untuk makan labu. Bukti kecintaannya pada Rasulullah SAW.
Anas bin Malik didoakan Rasulullah SAW dikaruniai banyak harta, banyak anak, dan umur panjang. Meskipun harta bisa menjadi fitnah, namun nabi tahu bahwa harta di tangan orang yang sholeh seperti Anas bin Malik maka tidak akan menjadi fitnah. Sehingga kelak Anas meninggal di istana beliau di Kota Basrah. Namun tidak menjadi masalah karena Anas bin Malik tidak pernah silau dengan harta.
Pun ketika anak bisa menjadi fitnah, namun tidak demikian halnya dengan Anas bin Malik. Diriwayatkan bahwa anak cucu Anas bin Malik berjumlah seratus orang. Karena kesholihannya yang luar biasa, Anas mampu mendidik anak keturunannya menjadi generasi penerus yang sholih. Sehingga anak tidak menjadikan fitnah buatnya.
Demikian halnya dengan umur yang panjang. Dikisahkan Anas bin Malik wafat pada usia 105 tahun dan termasuk sahabat yang wafat belakangan. Meskipun umurnya panjang namum barokah. Beliau menjadi sumber ilmu para sahabat dan tabi’in. []
*Tulisan ini merupakan resume Kajian Wali Santri Kuttab Al Fatih Bogor oleh Ust. Ali Shodiqin, Lc.